Senin, 05 Maret 2012

Tiga Dimensi Hubungan Manusia

Allah berfirman kepada para malaikat ketika akan menciptakan Adam, ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi''. (Al-Baqarah:30). Makna khalifah adalah kaum yang akan menggantikan satu sama lain, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi, demikian penjelasan dalam ringkasan Tafsir Ibnu Katsier ''Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:

''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'' Mereka berkata: ''Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?''. Tuhan berfirman: ''Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui''(Al-Baqarah:30)
Manusia memiliki peran penting di muka bumi. Laju tumbuh kembangnya peradaban, kebudayaan dan perubahan sosial adalah peran manusia.  Peran buruk dan peran baik manusia mengelilingi denyut nadi kehidupan sehari-hari. Inovasi dan kerusakan di kehidupan sehari-hari adalah buah manusia. Kerbau, sapi, babi, monyet, anjing, gajah dll (hewan) meski memiliki tenaga yang kuat namun tidak memiliki peran perubahan. Dengan akal, pikiran, hati nurani, visi dan tujuan hidup, manusia dapat mengangkat, menaklukkan atau menghancurkan benda-benda yang beratnya jauh melebihi manusia itu sendiri.
Manusia dapat meratakan bukit untuk perkampungan, manusia dapat ‘menyulap’ pantai menjadi pelabuhan, manusia dapat ‘menyulap’ ribuan hektar hutan belantara menjadi perkebunan, manusia bisa terbang seperti burung perkutut, manusia bisa menyelam serupa ikan teri di laut dalam waktu yang lama dan lain sebagainya.
Ketika kebaikan dan keburukan yang berdenyut di detak jantung masyarakat saling berebut posisi, ketika kerusakan dan pemulihan lingkungan sama-sama melaju kencang, sejauh mana akal sehat manusia (pemuka agama, tokoh masyarakat, penegak hukum, penguasa desa, penguasa kecamatan, penguasa kabupaten, penguasa propinsi dan penguasa negara, dll) berperan aktif dan pro-aktif di dalam mencitrakan dan menciptakan rumusan-rumusan yang mencerminkan semangat sebagai khalifah?
Pada dasarnya semangat keberagamaan kita sebagaimana yang selalu didiskusikan, diceramahkan (digembar-gemborkan), mengandaikan terbentuknya manusia yang memiliki tiga  harmonisasi hubungan.
Pertama, manusia harus memiliki hubungan yang harmonis dengan Sang Pencipta. Hubungan yang harmonis dengan Sang Pencipta ini tercermin dalam perilaku (ibadah) manusia dengan Sang Pencipta. Sholat, puasa, berdzikir dan mengerjakan amalan-amalan lain yang dapat mendekatkan diri manusia dengan Sang Pencipta adalah keharusan. Hubungan manusia dengan Sang Pencipta menjadi kebutuhan personal/individu. Jika seeorang tidak melakukan hubungan dengan Sang Pencipta dengan baik sebagaimana yang diajarkan dalam agama, maka manusia atau individu tersebut akan mengalami kegersangan spiritual atau batin.
Perilaku yang dinampakkan oleh individu yang gersang batin dan spiritualnya biasanya tidak mendapati kebahagiaan, ketentraman dan kedamaian. Hidupnya seperti dikejar-kejar persoalan. Dengan melakukan kontak dan hubungan dengan Sang Pencipta secara rutin dan memasrahkan kepadaNYA segala hal yang tidak mampu diselesaikan, maka lambat laun akan muncul kebahagiaan, ketenangan, kedamaian dan ketentraman dalam batin. Jika manusia sudah terbit di batinnya rasa tenang, damai, tentram dan bahagia, maka watak yang demikian itu akan di tumpahkan di kehidupan sosial (bermasyarakat).
Ke dua, manusia harus memiliki hubungan yang harmonis dengan manusia lain di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat kita adalah masyarakat yang majemuk. Majemuk dalam berpendapat, majemuk dalam memilih pekerjaan, majemuk dalam beragama, majemuk tingkat ekonominya dan majemuk-majemuk lainnya. Prinsip dasar ajaran Islam tentang hubungan manusia dengan manusia adalah tolong-menolong dalam kebaikan dan bukan tolong-menolong dalam keburukan. Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 2.
Artinya: “Tolong-menolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan janganlah kamu tolong menolong untuk berbuat dosa dan pelanggaran”.
Perbuatan saling menolong itu terjadi antara sesama individu dalam masyarakat. Seorang yang membantu tetangganya adalah bentuk tolong-menolong antar individu. Bantuan masyarakat kelas menengah secara bersama-sama kepada masyarakat golongan ekonomi lemah atau bantuan suatu nagara ke negara lain adalah satu contoh lain tolong-menolong antar masyarakat. Begitu juga kerja keras seseorang yang melahirkan karya besar yang berguna bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Beasiswa suatu lembaga kemasyarakatan untuk karya besar itu pun adalah contoh perbuatan tolong-menolong antar individu dan masyarakat. Bekerja sama antar kelompok dan komunitas di dalam masyarakat adalah keharusan. Dengan demikian terwujudlah harmonisasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Jika kemajemukan di dalam masyarakat tidak dikelola dengan baik, maka konflik dan kerusuhan akan muncul di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Untuk mengantisipasi kebebasan individu maka dibuatlah undah-undang dan aturan. Namun biasanya hukum dan aturan itu malah dimainkan oleh penegak hukum dan penguasa dan pemilik modal.
Ke tiga, manusia harus memiliki hubungan yang harmonis dengan alam (lingkungan). Hidup manusia tidak bisa lepas dari lingkungan atau alam. Kebutuhan air, makanan, tempat tinggal dan lain sebagainya yang lekat dengan manusia setiap hari telah siap dan disediakan oleh Sang Pencipta yakni di lingkungan kita. Manusia sering lupa dan enggan peduli dengan lingkungan karena desakan kepentingan perut.
Saat kaki berpijak di bumi, saat menangkap ikan di laut, saat bercocok tanam di ladang atau hutan, saat memanfaatkan air dari sumur dan lain-lain, kebanyakan manusia lupa akan hak-hak dari lingkungan yang harus diberikan.
Hak mata air adalah terpenuhinya pepohonan disekitar mata sebagai penopang tetap keberlangsungan mata air. Dan itu juga buat manusia. Jika pepohonan berkurang dan mata air menghilang/berkurang, maka manusia sendiri yang akan memetik hasilnya. Kekeringan dan kekurangan air akan menghantui manusia itu sendiri.
Hak sungai adalah tersedianya ruang yang cukup untuk mengantarkan air ke laut. Jika ruang sungai dijarah untuk kepentingan pemukiman, dan air sungai ‘dipaksa’ mengalir cepat dengan membuat talut atau beton di sepanjang sungai, maka banjir adalah susuatu yang pasti akan terjadi saat musim hujan datang.
Parit atau selokan yang ada di dekat rumah kita juga memiliki hak. Parit memiliki hak untuk dibersihkan. Jika parit dijadikan tempat pembuangan sampah, maka sapah berbagai jenis sampah yang menumpuk akan menebarkan aroma/bau yang tidak sedap. Jika datang hujan walau tidak deras air di parit akan meluap. Persoalan lingkungan sesungguhnya persoalan sederhana jika manusia menyadari bagaimana seharusnya memiliki cara pandang dan berperilaku.
Jika manusia (masing-masing individu) menyadari bagaimana seharusnya melakukan relasi (hubungan) dengan Sang Pencipta, dengan manusia (individu) lain di tengah-tengah masyarakat, dengan lingkungan sekitar, maka kehidupan akan berjalan harmonis. Terwujudlah masyarakat yang agamis, damai, tentram, sejahtera dan nyaman. Insaya allah. (Disarikan dari berbagai sumber Gie)

2 komentar:

  1. Dimensi Manusia adalah cenderung in materia.Hubungan itu sendiri dianggap sebagai kelumrahan, bukan untuk dirawat atau ditingkatkan....

    BalasHapus
    Balasan
    1. namun mengetahui hal itu akan menjadikan manusia menjadi waras dan sadar diri.

      Hapus